Sejarah Tahun Kabisat

Tahun Kabisat 2016

Tahun kabisat yang dalam bahasa Inggrisnya disebut “leap year” adalah tahun yang unik. Keunikannya terletak dari jumlah hari dalam tahun ini, 366 hari.

Tahun ini 2016 ditandai dengan jumlah hari pada bulan Februari menjadi 29 hari, sementara pada tahun biasa jumlahnya hanya 28 hari. Nah , mengapa demikian ? Kabisat yang ada 4 tahun sekali ini sebenarnya adalah bentuk “perbaikan” jadwal waktu bumi melingkari matahari yang sesungguhnya membutuhkan waktu sekitar 365 kurang 1/4 hari.

Sejarahnya bagaimana ? Adanya kabisat ini awal mulanya dikenalkan saat masa kaisar Romawi Julius Caesar karena pada dizamannya penanggalan waktu itu tidak menunjukkan musim dengan tepat. Misal bulan desember, kadang musim dingin, kadang tidak. Lewat bantuan astronom dari Alexandria, Sosiogenes. Astronom ini membuat penanggalan dengan menggunakan hitung-hitungan yakni 365, 25 hari selama waktu setahun. Supaya mudah, digenapkan menjadi 365 hari. Kekurangannya akan digabung dalam satu hari, setiap empat tahun sekali.

Satu hari tersebut ditambahkan pada Bulan Februari untuk menggenapi 0,25 hari pembulatan tadi. Sebab, Februari memiliki jumlah hari paling sedikit, yaitu 29. Setiap empat tahun, Februari memiliki 30 hari. Itulah Tahun Kabisat. Sistem kalender baru ini digunakan di semua wilayah Romawi mulai tahun 45 sebelum Masehi (SM).

Pada masa August Caesar naik tahta, dia memberikan perubahan nama sebuah bulan di kalender dengan nama August (Agustus). Tidak cukup sampai disitu, dia pun mencomot satu angka di Februari sehingga bulan Agustus harus dilalui 31 hari. Dampaknya Februari dilalui 28 hari bila tidak ada kabisat dan 29 hari bila tahun kabisat. Mengapa yang dicomot bulan februari ? Di zaman itu, Februari merupakan bulan terakhir untuk melalui perubahan tahun. Februari merupakan Desembernya zaman sekarang disebabkan King Numa Pompilius memberikan tambahan bulan Februari dan bulan sebelumnya untuk melengkapi 10 bulan yang sudah ada sebelumnya untuk “memperbaiki” jumlah hari dalam setahun.

Sekitar 1.500 tahun berlalu, ternyata kalender Masehi itu kembali membingungkan. Perayaan Paskah yang lazimnya terjadi di musim semi bergeser. Apa lagi yang salah? Akhirnya, Paus Gregorius XIII, pemimpin Umat Kristiani saat itu, memerintahkan ahli perbintangan Christopher Clavius untuk mencari jawabannya. Christopher menemukan, bahwa lama satu tahun adalah 365,24219 hari, pembulatannya menjadi 365,24 hari. Perhitungan Sosigenes meleset 11 menit 14 detik setiap tahunnya. Akibatnya, setelah sekitar 1.500 tahun, kesalahannya menjadi 10 hari.

Christopher mengusulkan, Tahun Kabisat tetap terjadi empat tahun sekali, kecuali pada tahun yang berakhiran 00. Pada tahun itu, Tahun Kabisat hanya berlaku jika angka tahunnya habis dibagi 400, sehingga dalam 2.500 tahun hanya perlu penyesuaian satu hari. Paus setuju dan meresmikan perhitungan baru itu pada 1582. Walaupun begitu, aturan kabisat yang ada ini pun tidak seratus persen pas. Dalam kurun waktu ribuan tahun lagi, perhitungan ini bakal kembali meleset satu hari.